Universitas Udayana
- Archilogy
- Mar 23, 2019
- 1 min read
Bali, Indonesia
UNIVERSITAS UDAYANA
Kunjungan ini dibuka oleh Ketua Prodi Arsitektur, Prof. Anad Ayu Oka Sarasvati. Jurusan Arsitektur Universitas Udayana sendiri sedang memfokuskan program pendidikannya pada arsitektur tradisional Bali, yang direncanakan akan menyelenggarakan workshop ketukangan untuk melestarikan arsitektur Bali lewat pertukangan.
Berbasis penelitian beliau, Profesor Oka memaparkan proses pembangunan Arsitektur Bali yang pada intinya mengacu kepada prinsip keyakinan Tri Hita Karana untuk melindungi diri sendiri dan mencapai keharmonisan. Beberapa bentuk prinsip ini diantaranya Tri Angga dan Sanga Mandala. Arsitektur Bali juga memiliki banyak referensi untuk pelaksanaannya dari mulai lontar, tokoh, dan niskala atau hal-hal yang tak terlihat. Begitu juga dengan komponen insan pembangunan yakni sulinggih atau pendeta yang memberikan ukuran sebagai acuan, undagi, sangging, dan tukang.
Arsitektur Bali berorientasi pada lingkungan dan bahan sekitarnya. Ada daerah yang kental dengan nuansa bata merah dan batu padas, ada yang mayoritas menggunakan batu kali. Bahkan bangunan yang berada di lingkungan yang sama belum tentu sama bentuk dan jumlah massanya. Bangunan di Gianyar umumnya terdiri dari 4 massa, sementara di Denpasar terdiri dari 5 massa, dan Bali Ageng hanya terdiri dari massa tunggal. Proses pembangunanpun dipenuhi banyak ritual, mulai dari Mlaspas – dilepasnya semua material, hingga Tatwa yang berarti menetralkan lahan yang dianggap kurang menguntungkan.
Ada pula perbedaan yang menarik antara Bali Pegunungan dan Bali Perbukitan yang disebabkan perbedaan suhu. Bali Pegunungan biasanya menjadikan tempat tidur sebagai tempat menaruh perapian, sedangkan Bali Perbukitan meletakkan perapiannya di luar ruangan. (ICN, PRGT)
Comments